Membaca buku, ya, khususnya buku, adalah semacam terapi bagi saya. Terapi atas kegelisahan, yang mungkin diada-adakan. Saya sendiri keheranan mengapa saya sangat menggandrungi buku-buku. Saya tidak hidup di sebuah keluarga yang memiliki budaya membaca buku. Bapak saya, yang meninggal saat usia saya tujuh tahun, rasanya bukan seseorang yang hobi membaca. Terbukti tidak adanya peninggalan buku-buku di rumah saya sejak saya kecil. Kalau pun ada hanya satu-dua buku berbahasa Belanda dan sebuah buku cerita alkitab dengan ejaan lama. Ibu saya, seringkali memang saya lihat dia membaca Alkitab dan buku Santapan Harian, namun sebagian besar kesehariannya habis bekerja di warung, dapur dan belakang mesin jahit. Kakak-kakak saya yang jumlahnya tujuh orang itu, sangat-sangat jarang rasanya saya mendapati mereka membaca buku, selain buku pelajaran sekolah, apalagi mengoleksinya. Ada satu kakak saya yang beberapa saat saya lihat membaca-baca novel, tapi sepertinya hanya pada saat itu saja dia terlihat membaca, mungkin itu pun karena tugas dari sekolah.

Sementara saya, sejak SD sudah rajin meminjam buku di perpustakaan sekolah terutama buku-buku Lima Sekawan, Sapta Siaga dan Trio Detektif atau menggilai komik silat dan menghabiskan uang jajan dengan menyewa buku komik silat. Semasa SMP, serial Lupus dari Lupus SMA, Lupus Kecil sampai Lupus ABG juga saya lahap. Begitu juga serial Wiro Sableng, mulai dari seri pilotnya: Empat Brewok dari Goa Sanggreng sampai seingat saya berjudul Kiamat di Pajajaran. Kemudian, berbagai tema dan “genre” mulai merasuki saya, dari fiksi sampai filsafat.

Membaca buku, setelah saya pikir-pikir, bagi saya bukan sekadar sebuah hobi. Itu adalah sebuah kebiasaan. Saya sudah terbiasa membaca buku sehingga kadang membuat saya merasa ada yang hilang ketika saya tidak membaca buku. Yah, kadangkala saya pun dilanda reading slump, absen membaca buku sampai dua-tiga bulanan, tapi ketika kegairahan membaca itu muncul lagi, saya bisa menghabiskan sebuah buku dengan hanya sekali duduk.

Berkat komunitas Goodreads, saya jadi mulai menginventarisasi buku-buku yang saya baca dan koleksi. Semacam perpustakaan pribadi virtual. Ada total sekitar 600-an lebih buku yang telah dan pernah saya koleksi, tentu saja itu belum termasuk komik-komik silat dan serial Wiro Sableng maupun buku-buku yang tidak terdaftar di goodreads. Ada sekitar 268 buku yang telah/pernah saya baca sisanya masih antrian, yang jumlahnya cukup banyak juga. Dari komunitas itu juga saya ikut-ikutan reading challenge, yang kadang-kadang tidak mencapai target, dan sesekali melampaui target.

Saya memang bukan tipe pembaca cepat yang bisa menghabiskan buku dalam waktu singkat. Saya hanya mengalokasikan minimal satu jam setiap harinya untuk membaca buku, dan khususnya buku. Saya memasang target yang tidak terlalu muluk, 2 buku sebulan. Mungkin saya sedang mengamini arahan dari buku Atomic Habits untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan kecil dalam hidup. Dan saya melakukan itu dalam bentuk membaca buku.